TUSTEL, sebuah novel bertema romantika pasangan yang terbentur aturan adat, tradisi dan sekat strata sosial. Alurnya dapat mengucak perasaan mereka yang melankolis, menjadi directory yang cukup komplit untuk mereka yang suka traveling, dan cukup gamblang mengangkat tema masalah pernikahan dalam adat istiadat sebuah suku besar di Indonesia. Ketegangan sebuah perjuangan dan gejolak hati yang akhirnya terpapar dalam setiap potret babnya. Pertemuan fiction dan science dalam membahas asmara yang menggugah jiwa. Meruak filosofi romantika dan psikologi sejoli yang kasmaran.
Apa yang membuat hidup begitu bergairah? Cinta tentunya. Fenomena cerita sebuah kisah roman yang terhalang karena padan aturan adat batak toba antara marga aruan dan sitorus yang tak bisa saling menikahi. Setelah mereka tahu kenyataan itu, disitulah dimulai kisah pengembaraan sang dokter yang bermarga aruan. Sulu Aruan, seorang pemuda berasal dari Tanah Batak, adalah dokter lulusan Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Di akhir masa kuliahnya dia bertemu dengan seorang perempuan bermarga Sitorus bernama Chrisinta atau biasa dipanggil Sin. Tapi sayang hubungan mereka tak direstui orang tua Sulu, karena marga mereka termasuk marga yang dilarang menikah sesuai padan. Akhirnya Sulu memutuskan untuk menempuh PTTnya di Maluku. Sulu memutuskan mengambil dinas PTT di pedalaman Maluku. Di sana salah satu pasiennya adalah Ratih. Seorang wanita yang masih memendam cinta pada Kasim kekasihnya, tapi dijodohkan dengan Abim yang adalah seorang pegawai negeri. Lalu tersebut kisah pengalamannya mengunjungi banyak daerah sabang sampai merauke bahkan hingga ke Dili, Timor leste melewati perbatasan Motaain, Nusa Tenggara Timur.
Perjalanan yang begitu panjang semalaman dari kota Yogyakarta ke Ambon dan berlayar menuju pulau Seram (Maluku). Kisah tentang petualangan dokter Sulu Aruan menjadi dokter di pedalaman Maluku - Detail kisah yang penuh pengalaman eksotis dokter Sulu Aruan, termasuk ketika menangani pasiennya yang mengidap psizophrenia yang saat itu oleh penduduk setempat dianggap gila atau kerasukan setan dipedalaman maluku. Di sana pula Sulu berjumpa dengan Hasan, temannya semasa co ass yang akhirnya mengajak Sulu pindah kerja ke Atambua, sebuah daerah di perbatasan Timor Leste dan Indonesia. Hasan juga bermasalah dengan perkawinannya. Berkat saran dari Sulu yang juga sahabatnya sejak kuliah dulu, hubungannya dengan istrinya membaik kembali. Sementara itu, Sulu yang patah hati lalu pergi ke Wina untuk mengerjakan suatu penelitian. Juga beberapa kali mengajar para pengungsi di sana.
Pengalaman hidupnya mengajarkan apa itu cinta. Kisah pencarian kesejatian sebuah cintanya. Kemudian terbang ke Kupang dan melanjutkan perjalanan ke Atambua sampai ke Dili - Batak karo (sumatera utara) lalu terbang ke vienna (austria) - dan akhirnya kembali ke Jakarta. Paling banyak mengenang kisah percintaannya yang terlarang itu di Vienna, Austria. Setiap keindahan dan sejarah Vienna benar-benar membuatnya sangat mengenang kisahnya sendiri. Merenungkan setiap makna cinta yang begitu dalam. Meski surat elektronik kepada Chrisinta Sitorus sang kekasih yang tak pernah sekalipun terbalas.
Dari Segi adat Batak :
Sitorus dengan Aruan, Hutajulu dan Hutahaean terikat padan (perjanjian) untuk saling menganggap sisada anak dan sisada boru. Karenanya hubungan perkawinan di antara marga-marga ini adalah terlarang atau subang/pantang. Padan yang seperti ini juga mengikat marga-marga lain seperti Silaban-Hutabarat, Naibaho-Lumbantoruan, Manurung-Simamora Demataraja, dan lain-lain. Seringkali generasi muda yang belum tahu padan tersebut terjerumus cinta terlarang yang terhalang oleh tembok padan ini. Hal yang membingungkan bagi mereka mengapa cinta murni dari orang yang berbeda marga dan bukan dari satu rumpun harus dianggap tabu. Adanya novel yang berani mengangkat kisah cinta terlarang ini tentu menarik untuk dicermati.
Unsur Intrinsik :
1. Tema
Tema yang diangkat tentang cinta, persahabatan, dan adat istiadat dalam keluarga.
2. Alur
Jika dilihat dari jalan ceritanya, novel ini menggunakan alur cerita maju-mundur.
3. Sudut Pandang
Dalam Novel Tustel ini, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang campuran.
4. Penokohan
Penggambaran tokoh dalam novel ini begitu kreatif dan jelas. Tokoh utama tetap dominan sebagai protagonis.
5. Gaya Bahasa
Kata-kata yang ditulis ringan dan gaya bahasanya sangat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat modern. Terdapat bahasa percakapan sehari-hari beberapa suku di Indonesia. Bahasa mudah dimengerti pembaca.
Kelebihan dan Kekurangan Novel :
1. Kelebihan
Novel Tustel hadir sebagai novel roman dengan penokohan dari suku Batak. Mengangkat fenomena kekinian. Karya yang memiliki diferensiasi. Gaya penulisan tidak rumit, mudah dimengerti, dan mendalam sesuai tema dan genre. Kisah cinta dalam sebuah novel yang bertajuk budaya. Budaya erat kaitan dengan perilaku sosial, hubungan dalam kelompok dan antar kelompok, daya tarik interpersonal, cinta, ketertarikan, dan perkawinan, keputusan, agresi, kesesuaian, ketaatan, kepatuhan, dan kerjasama. Buku yang persuasif untuk memahami berbagai sudut pandang. Kisah perjalanannya sangat menarik. Cerita dengan berbagai latar di Winadan Indonesia baik tempat-tempat yang indah dan pedalaman, menambah daya tarik buku ini. Membaca "Tustel" seperti terbawa dalam semua adegan cerita. Rahasia dan mimpi cinta yang terus tumbuh dan bertunas. Keindahan yang dituturkan mampu membayangkan sedang berdiri di suatu sore langit sedang bermain hujan. Meski tidak ada pelangi melengkung. Kisah petualangan dan impian cinta yang liar dan berani. Pada bab terakhir memberi kejutan demi kejutan yang tak disangka. Sebuah kekuatan cerita yang luar biasa.
2. Kekurangan
Pada bab awal terkesan membosankan, diawali dengan situasi datar dan kurang menantang. Pemilihan kata terutama pada bab depan kurang memberi penekanan untuk bayangan situasi mendalam. Tetapi selanjutnya jika dibaca terus sangat menarik saat mulai masuk persoalan inti.
Beberapa Testimonier :
Tustel, sebuah kata yang klasik mengartikan alat pengabadi kejadian. Menangkap kejadian/momentum kehidupan dan cerita romansa, analogi yang tepat menjadikannya sebagai judul novel ini. Cerita yang inspiratif, membuka pemikiran tentang sesuatu yang konservatif dan klasik. Di sepanjang zaman budaya mengatur untuk kebaikan bersama. Cinta, intimasi, komitmen tiga hal yang disampaikan dalam buku ini.
---Frans Padak Demon, Director of VOA Indonesia, Jakarta
Budaya sebagai warisan leluhur yang sangat berharga. Tidak lupa dari semua itu budaya sangat menghargai perdamaian, keluhuran, keindahan, dan cinta. Buku ini menjadi menarik ketika mengangkat kisah budaya suku batak. Inisiatif seorang muda menulis persuasif agar yang membaca mau lebih tertarik tentang seluk beluk budaya dan hakekatnya.
---Juara R. Ginting, Antropolog, Leiden, Belanda
Mengupas cinta romantis dari perasaan intens dan ketertarikan sepasang kekasih, dalam sebuah konteks erotis dengan harapan masa depan. Buku yang menggugah rasa dan asa. Sangat menarik.
---Tanta J. Ginting, Aktor, Orange, California
Budaya Batak sebagai bagian dari budaya Timur, pada dasarnya menganut paham kebersamaan. Suatu hal yang tentu saja luhur karena konsep yang seperti itu bersifat kolektif artinya baik permasalahan perorangan anggota keluarga maupun persoalan keluarga sebagai suatu keutuhan adalah masalah bersama. Dengan demikian maka yang bertanggung-jawab menjaga kelestarian sebuah perkawinan adalah seluruh keluarga besar. Keluarga besar berfungsi melindungi sekaligus meyakinkan agar sejauh mungkin tidak ada unsur paksaan atau tekanan apapun yang akan menyakiti siapapun dari antara anggotanya. Pilihan penulis untuk mengambil alur cerita dengan sentuhan budaya dan latar belakang daerah daerah dari Sabang sampai Merauke tentu memerlukan imajinasi yang kuat dan luas. Penulis berhasil merangkai sejuta keindahan cinta tidak saja dalam wujud romansa melainkan juga dalam pesona alam. Tulisan yang kreatif dan inspiratif. Terus berkarya.
---Mayjen TNI (Purn) R.K Sembiring Meliala, Jakarta, Indonesia
Genre : Roman Budaya
ISBN : 9786021542941
Author : Maria Surbakti
Language : Indonesia
Publisher : PohonCahaya Publisher
Type : softcover
No. of Pages : 177
Dimensions : 13 x 19 cm